Lhokseumawe – Sejak 9 Agustus 2025, proses seleksi Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) di Kota Lhokseumawe sudah berjalan. Namun, alih-alih menghadirkan proses yang terbuka, transparan, dan bermartabat, Panitia Seleksi (Pansel) justru mempertontonkan wajah aslinya: arogan, tertutup, dan menyepelekan peserta.
Bagaimana tidak? Peserta seleksi sudah mengikuti tahapan demi tahapan, mulai dari tes psikologi yang katanya dikerjakan lembaga Psikodista Pusat, hingga penulisan makalah. Tapi hasilnya? Tak pernah diumumkan. Tiba-tiba, tanpa dasar yang jelas, sudah ada tiga nama ajaib yang diumumkan lolos ke tahap akhir.
Pertanyaannya sederhana: hasil psikotes ke mana? Nilai makalah disembunyikan di mana? Jika memang ada penilaian, mengapa tidak dipublikasikan? Atau memang dari awal hasil seleksi ini sudah diskenariokan, sehingga semua proses hanyalah formalitas untuk menghabiskan waktu dan anggaran?.
Pansel seolah lupa bahwa yang mereka jalankan bukan pemilihan ketua arisan. Ini adalah seleksi jabatan tinggi, posisi penting yang menentukan arah kebijakan pemerintahan. Tapi dengan sikap arogan menutup hasil seleksi, Pansel justru memperlihatkan bahwa mereka merasa lebih berkuasa dari aturan, lebih tinggi dari asas keterbukaan, dan lebih penting dari peserta yang mereka uji.
Apa jadinya jika pejabat tinggi lahir dari proses yang busuk? Hanya akan ada pejabat titipan, pejabat kompromi, dan pejabat hasil sandiwara. Lalu, bagaimana publik bisa percaya bahwa birokrasi di Lhokseumawe akan bersih dan profesional, jika proses awal saja sudah penuh dengan ketertutupan?.
Publik berhak curiga, jangan-jangan Pansel hanya sekadar stempel. Mereka menjalankan skenario yang sudah ditulis sebelumnya, dan nama tiga besar hanyalah aktor yang sudah dipilih sejak awal. Jika benar begitu, maka seluruh peserta hanyalah figuran—dijadikan bahan tontonan, sementara keputusan sudah diputuskan di balik layar.
Pansel boleh bersembunyi di balik meja dan kertas, tapi arogansi dan ketertutupan mereka sudah telanjang di mata publik. Dan jika mereka terus bermain sandiwara, jangan salahkan jika kepercayaan masyarakat runtuh, bahkan sebelum pejabat yang “terpilih” itu mulai bekerja.( tim)
Post Views: 249